1. Tentang hak dan tanggung jawab perkapalan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), antara lain :
Bab V Pasal 471 KHUD.
Adanya janji-janji untuk membatasi tanggung si Pengangkut, tidaklah membebaskan dia dari tanggung jawab, apabila dibuktikan adanya KESALAHAN atau KELALAIAN dari dia sendiri atau dari orang-orang yang dipekerjakan olehnya, kecuali apabila secara tegas telah diperjanjikan bahwa juga tentang itu sipengangkut tidak bertanggung jawab.
Bab V Paasal 470 KHUD.
……..adalah diperkenankan, jika sipengangkut memperjanjikan, bahwa ia tidak akan bertanggung jawab untuk, lebih daripada suatu jumlah tertentu untuk satu potong barang yang diangkutnya, kecuali apabila kepadanya telah diberitahukan tentang sifat dan harga barang tersebut, sebelum atau barang tersebut diterimanya. Adapun jumlah tersebut diatas, tidak boleh ditetapkan KURANG DARI PADA 600 RUPIAH.
Bab V Pasal 491 KHUD.
Setelah barang yang diangkutnya diserahkan ditempat tujuan, maka haruslah sipenerima membayar upah pengangutan, dan segala apa lainnya wajib dibayarnya, menurut surat surat berdasarkan mana barang tersebut telah di terimakan kepadanya. (Perkapalan secara yuridis berhak menagih Freight dan tidak diatur mengenai sebaliknya).
Force Mejeure.
Didalam Shipping Act (International Law on shipping yang dikeluarkan di Londong ((Penerbit Witherby London), dalam salah satu Pasalnya pada pokoknya menyebutkan bahwa :
Kajadian kejadian bahaya laut merupakan peristiwa Force mejeure dan pihak Pengangkut dibebaskan dari tanggung gugat, kecuali bilamana dapat dibuktikan bahwa kerusakan barang dalam palka (saat cuaca buruk), disebabkan karena FAULTY STOWAGE. (disebut faulty stowage dimana penyusunan barang tidak memperhartikan kondisi masing-masing barang. Misalnya tembakau disimpan berbaur dengan cat sehingga aroma tembakau rusak dan perkapalan bertanggung gugat).
Apabila barang-barang berbenturan satu sama lain menyebabkan kerusakan fisik, disaat timbul bahaya laut di atas, karena tidak diikat sempurna, maka hal ini masuk dalam kategori KELALAIAN dan Perkapalan bertanggung gugat (Pasal 471 KUHD).
Expiry Date.
Karena laporan kerusakan dikeluarkan oleh Perkapalan biasanya setelah dilampaunya tenggang waktu 5 (lima) hari, maka dasar expiry date tetap satu tahun sejak barang diserahkan, sehingga penerima barang masih berhak mengajukan tuntutan ke Perkapalan, disertai Laporanan kerusakan (CCB. Dam/atau E.B).
Penggantian Kerugian.
Sesuai sebagaiman diatur dalam Bab V KUHD, maka Perkapalan tidak mengganti sebesar nilai barang, melainkan berdasarkan perbedaan berat barang dan mendasarkan pada ketentuan dalam Bab V Pasal 470 KUHD serta ketentuan dalam KONOSEMEN KAPAL.
2. Perlu dibedakan antara Faulty Stowage dan Kelalaian, dimana dapat kita bedakan antara lain :
a. Meskipun ada peristiwa force mejeure, kerusakan barang di Palka tetap menjadi tanggung gugat Perkapalan sesuai kontrak Pengangkutan.
b. Yang termasuk kriteria Faulty Stowage, misalnya bila penenpatan barang-barang di Palka bercampur baur antaralan bila tembakau ditempatkan dalam satu ruangan palka dengan bahan cat, sehingga aroma tembakau rusak dan semacam barang-barang yang peka terhadap kontaminasi dari barang jenis lainya, sehingga menyebabkan tidak consumable meskipun tidak ada kerusakan fisik namun hal iini Perkapalan terbebaskan tenggung jawab bila mana si Pemilik barang tidak secara jujur dan benar menginformasikan jenis jenis barang barang apa yang diserahkan ke Perkapalan untuk di kirim (Concealment).
c. Kelalaian pun dapat menjadikan pihak Perkapalan bertanggung gugat bilamana hal ini dibuktikan benar akibat kelalaian crew kapal dalam penempatan barang dipalka sesuai norma ketentuan dan kelaziman. Namun bilamana hal ini tidak dinaggap kelalaian dan Perkapalan dibebaskan dari tanggung gugat. Misalnya penempatan besi (rolled steel bars dan/atau plat-plat baja tergulung, normal practice dalam penempatannya dipalka tidak harus dibaut/dirantai, karena pra shipment sudah dikemas sipengirim dalam bentuk ikatan pallet ukuran standar, sehingga crew kapaltidak menambatkan lagi barang-barang tersebut dikapal dengan screw, hal ini bukan kelalaian. Lain halnya pada angkutan kendaraan, normal practice adalah kendaraan jadi yang dikirim harus dirantai dalam ruang palka, maka bila tidak dilakukan demikian masuk dalam kategori kelalaian./
Jadi kedua hal di atas tetap tanggung gugat Perkapalan meski ada force mejeure, yakni seperti bencana laut, marine perils, kebakaran dikapal, tabrakan dan lain sebagainya.
3. Hak Subrograsi Asuradir Dan Bailee.
a. Dengan telah membayar claim ke tertanggung Asuradir berhak atas barang-barang salvage, hal ini diatur dalam KHUD dan hak asuradir untuk menjualnya.
b. Bailee adalah pihak-pihak yang masuk dalam kategori CARRIER- perkapalan, Expediteur/Perusahaan Ekspedisi. Dengan demikian dibenarkan kalau Asuradir langsung meneruskan tuntutannya ke Perkapalan. Kategori Bailee diatur Marine Insurance Act 1906 dan revisinya. Jadi tidak ada unsur double advantage.
c. Dalam polis marine, khususnya marine cargo masih banyak tunduk dan menganut pada hukum Inggris, terkait dengan peristiwa – peristiwa dilaut namun hak – hak dan kewajiban perkapalan serta asuransinya juga tunduk pada hukum Indonesia antara lain KUHD.
Jakarta, 29 Agustus 2013
Sugeng Meijanto Poerba, S.H., M.H.